Update makalah lagi,,, setelah sekian lama mati suri blog ini mau diurus lagi,,,,,,
sorry agak berantakan,,, thanks to all my friends Perbankan Syariah 2010,,,
Teori Permintaan Menurut Islam
A.
Latar
Belakang
Pada kajian ekonomi
mikro, pada dasarnya harga dan permintaan (demand) maupun penawaran (supply)
bergantung pada individu dalam suatu perekonomian. Permintaan yang berarti dari
pihak konsumen dan penawan dari pihak produsen. Kedua hal ini adalah pokok
dalam suatu permasalahan ekonomi, karena dua hal tersebut yang membuat
perekonomian pasar bekerja. Oleh karena itu sebelum melihat apakah kebijakan
atau peristiwa mampu mempengaruhi perekonomian kita harus lebih dulu melihat
pengaruhnya kepada permintaan dan penawaran.
Pandangan ekonomi islam mengenai
permintaan, penawaran dan mekanisme pasar ini relatif sama dengan ekonomi
konvensional, namun terdapat batasan-batasan dari individu untuk berperilaku
ekonomi yang sesuai dengan aturan syariah. Dalam ekonomi islam, norma dan moral
“islami” yang merupakan prinsip islam dalam ber-ekonomi, merupakan faktor yang
menentukan suatu individu maupun masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonominya
sehingga teori ekonomi yang terjadi menjadi berbeda dengan teori pada ekonomi
konvensional
Untuk menjadi seorang
ekonom muslim yang mampu mempertimbangkan pengaruh dari banyak faktor pada
perekonomian termasuk permintaan diperlukan wawasan mengenai hal-hal tentang
teori permintaan islami maupun konvensional. Untuk itulah kami memaparkan
beberapa hal yang harus diketahui. Juga untuk memenuhi tugas studi ekonomi
mikro islam.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Apa pengertian dari
permintaan serta bunyi hukum permintaan? Serta bagaimana implementasinya dalam
kehidupan sehari-hari!?
b.
Apa saja dasar dan
faktor yang mempengaruhi teori permintaan islami dan konvensional?
c.
Apa saja perbedaan
mendasar antara teori permintaan islami dan konvensional?
C.
Batasan
Masalah
Kami mempunyai
batasan-batasan dalam makalah ini, kami hanya membahas mengenai teori
permintaan islami dan perbandingannya dengan teori permintaan konvensional.
D.
Tujuan
Masalah
a.
Mendeskripsikan
pengertian dan bunyi hukum permintaan serta contoh dalam kehidupan sehari- hari
b.
Mendeskripsikan dasar
dan faktor yang mempengaruhi teori permintaan baik islami maupun konvensional
c.
Mengelompokkan
perbedaan dan persamaan antara teori permintaan islami dan konvensional
d.
Untuk menyelesaikan
tugas makalah ekonomi mikro islam
A.
Pengertian
Permintaan
Teori ekonomi
menggambarkan fenomena dalam masyarakat. Dalam ekonomi mikro, yang dimaksud
permintaan adalah permintaan terhadap suatu barang atau istilah umum yang
sering dipakai dengan permintaan adalah sejumlah barang dan jasa yang
diinginkan untuk dibeli atau dimiliki pada berbagai tingkat harga yang berlaku
di pasar dan waktu tertentu.
Contoh 1:
Seorang
mahasiswa membutuhkan buku tulis, yang berasal dari uang saku yang dikumpulkan.
Di toko buku mahasiswa tersebut mengadakan tawar-menawar dan disepakati harga sebuah buku Rp. 3.000,00 dengan isi 40 lembar. Sesuai
dengan kemampuannya, maka mahasiswa tersebut membeli 5 buah buku tulis. Contoh
tersebut diatas adalah contoh permintaan perseorangan. Jika dalam satu kelas
buku tersebut
pada harga Rp. 3.000,00, jumlah pembeli 100 orang dengan jumlah yang dibeli 500
buah, merupakan contoh permintaan pasar.
Permintaan dapat dibagi menjadi
2 macam:
a.
Permintaan absolut
(absolut demand)
Permintaan absolut
adalah seluruh permintaan terhadap barang dan jasa baik yang bertenaga beli/
berkemampuan membeli, maupun yang tidak mampu membeli.
b. Permintaan
efektif (effective demand)
Permintaan efektif adalah permintaan
terhadap barang dan jasa yang disertai kemampuan membeli.
Permintaan terhadap
suatu barang oleh seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor . Faktor- faktor
tersebut antara lain: harga barang itu sendiri, harga barang lain yang
mempunyai hubungan (subsitusi atau komplementer), pendapatan seseorang, selera,
jumlah anggota keluarga, ramalan dan sebagainya.[1]
B.
Hukum
Permintaan
Hukum permintaan tidak
berlaku mutlak, tetapi bersifat tidak mutlak dan dalam keadaan ceteris paribus
(faktor-faktor lain dianggap tetap). Hukum permintaan ”apabila harga mengalami penurunan, maka jumlah permintaan akan
naik/bertambah, dan sebaliknya apabila harga mengalami kenaikan maka jumlah
permintaan akan turun/berkurang”. Hukum permintaan berbanding terbalik
dengan harga.
Sesuai hukum
permintaan, apabila harga suatu barang semakin meningkat, maka jumlah barang
yang diminta akan menurun. Demikian sebaliknya, apabila harga suatu barang
semakin menurun, maka jumlah barang yang diminta akan meningkat.
Jika jumlah barang yang
dibeli tergantung pada berbagai kemungkinan tingkat harga, maka disebut “permintaan
harga”, dan jika jumlah barang yang dibeli tergantung pada berbagai kemungkinan
tingkat pendapatan, maka disebut ”permintaan pendapatan”, dan jika jumlah
barang yang dibeli tergantung pada berbagai kemungkinan tingkat harga barang
lain, maka disebut ”permintaan silang”. Analisa ini didasari asumsi ceteris
paribus, yaitu keadaan lain dianggap tetap sehingga tidak ikut mempengaruhi
besar kecilnya permintaan barang, seperti harga barang itu sendiri, harga
barang lain yang berikatan erat, pendapatan rumah tangga, pendapatan rata-rata
masyarakat, corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, citarasa masyarakat,
jumlah penduduk, dan ramalan keadaan dimasa akan datang.
Contoh 2:
Jika harga kendaraan
turun dari mahal ke murah, jumlah yang membeli semakin banyak dan sebaliknya
jika harga naik dari murah ke mahal, maka jumlah yang membeli semakin sedikit.[2]
C.
Teori
Permintaan Menurut Islam
Dalam
ekonomi islam, setiap keputusan ekonomi seorang manusia tidak terlepas dari
nilai-nilai moral dan agama karena setiap kegiatan senantiasa dihubungkan
kepada syariat. Al- qur’an menyebut ekonomi dengan istilah iqtishad
(penghematan, ekonomi), yang secara literal berarti pertengahan atau moderat.
Seorang muslim diminta untuk mengambil sebuah sikap moderat dalam memperoleh
dan mempergunakan sumber daya. Dia tidak boleh israf (boros, royal, berlebih-
lebihan) tetapi juga dilarang pelit (bukhl).
Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah
hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah fil al-syai. Diartikan juga
sebagai jumlah barang yang diminta. Secara garis besar, permintaan dalam
ekonomi islam sama dengan ekonomi konvensional, namun ada prinsip-prinsip
tertentu yang harus diperhatikan oleh individu muslim dalam keinginannya.
Islam mengharuskan orang untuk mengkonsumsi barang
yang halal dan thayyib. Aturan islam melarang seorang muslim memakan barang
yang haram, kecuali dalam keadaan darurat dimana apabila barang tersebut
tidak dimakan, maka akan berpengaruh terhadap diri muslim tersebut. Di saat
darurat seorang muslim dibolehkan mengkonsumsi barang haram secukupnya.
Selain itu,
dalam ajaran islam, orang yang mempunyai uang banyak tidak serta merta
diperbolehkan untuk membelanjakan uangnya untuk membeli apa saja dan dalam
jumlah berapapun yang diinginkannya. Batasan anggaran (budget constrain) belum
cukup dalam membatasi konsumsi. Batasan lain yang harus diperhatikan adalah
bahwa seorang muslim tidak berlebihan (israf),
dan harus mengutamakan kebaikan (maslahah).
Islam tidak
menganjurkan permintaan terhadap suatu barang dengan tujuan kemegahan,
kemewahan dan kemubadziran. Bahkan islam memerintahkan bagi yang sudah mencapai
nisab, untuk menyisihkan dari anggarannya untuk membayar zakat, infak dan
shadaqah.[3]
Permintaan
Terhadap Barang Halal
Permintaan terhadap barang halal sama dengan permintaan
dalam ekonomi pada umumnya, yaitu berbanding terbalik terhadap harga, apabila
harga naik, maka permintaan terhadap barang halal tersebut berkurang, dan
sebaliknya, dengan asumsi cateris paribus.[4]
Kurva
permintaan diturunkan dari titik- titik
persinggungan antara indifference curve dengan budget line. Katakanlah seorang
konsumen mempunyai pendapatan 1 = Rp1 juta per bulan, dan menghadapi pilihan
untuk mengkonsumsi barang X dan barang Y yang keduanya adalah barang halal.
Katakan pula harga barang X, Px = Rp100 ribu, dan harga barang Y, Py = Rp200
ribu. Titik A, A’, A” menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang
X, dan titik B menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang Y.[5]
Dengan data
ini kita dapat membuat budget line dengan menarik garis lurus diantara dua
titik:
Kombinasi
|
Income
|
Px
|
Py
|
X=I/Px
|
Y=I/Py
|
X at tangency
|
A
|
1.000.000
|
100.000
|
200.000
|
10
|
0
|
3
|
B
|
1.000.000
|
100.000
|
200.000
|
0
|
5
|
3
|
Kombinasi
|
Income
|
Px
|
Py
|
X=I/Px
|
Y=I/Py
|
X at tangency
|
A’
|
1.000.000
|
50.000
|
200.000
|
20
|
0
|
4
|
B
|
1.000.000
|
50.000
|
200.000
|
0
|
5
|
4
|
Kombinasi
|
Income
|
Px
|
Py
|
X=I/Px
|
Y=I/Py
|
X at tangency
|
A"
|
1.000.000
|
25.000
|
200.000
|
40
|
0
|
5
|
B
|
1.000.000
|
25.000
|
200.000
|
0
|
5
|
5
|
Harga X
|
Jumlah X (X pada saat tangency)
|
100.000
|
3
|
50.000
|
4
|
25.000
|
5
|
Kombinasi
|
Income
|
Px (X Halal)
|
Py (Y Haram)
|
X=I/Px
|
Y=I/Py
|
X at Corner
Solution
|
A
|
1.000.000
|
100.000
|
200.000
|
10
|
0
|
10
|
B
|
1.000.000
|
100.000
|
200.000
|
0
|
5
|
10
|
Kombinasi
|
Income
|
Px (X Halal)
|
Py (Y Haram)
|
X=I/Px
|
Y=I/Py
|
X at Corner
Solution
|
A’
|
1.000.000
|
50.000
|
200.000
|
20
|
0
|
20
|
B
|
1.000.000
|
50.000
|
200.000
|
0
|
5
|
20
|
Kombinasi
|
Income
|
Px (X Halal)
|
Py (Y Haram)
|
X=I/Px
|
Y=I/Py
|
X at Corner
Solution
|
A"
|
1.000.000
|
25.000
|
200.000
|
40
|
0
|
40
|
B
|
1.000.000
|
25.000
|
200.000
|
0
|
5
|
40
|
Pilihan
Halal X & Haram Y
|
Pilihan
Halal X & Halal Y
|
||
Harga
X
|
Jumlah
X
|
Harga
X
|
Jumlah
X
|
100.000
|
10
|
100.000
|
3
|
50.000
|
20
|
50.000
|
4
|
25.000
|
40
|
25.000
|
5
|
Py
|
B
|
BL3
|
BL2
|
BL1
|
IC3
|
IC2
|
IC1
|
E3
|
E2
|
E1
|
I/Px1
|
I/Px2
|
I/Px3
|
PX
|
B
|
A
|
C
|
Px
|
PX3
|
PX2
|
PX1
|
QX3
|
QX2
|
QX1
|
QX
|
Kurva permintaan
|
Pergeseran
kaki pada sumbu X karena harga X turun
|
X halal (MUx
>0)
Y haram (MUy
>0)
|
Qx
|
Bila terjadi
penurunan harga X menjadi Px = 50 ribu, maka kaki budget line pada sumbu X akan
bertambah panjang. Perpanjangan kaki disudut X
ini membuktikan bahwa ketika harga X turun maka preferensi konsumen
untuk menaikkan pembelian terhadap komoditas X meningkat. Karena yang berubah
adalah harga dari salah satu komoditas maka preferensi harga untuk komoditas Y
tidak berpengaruh sehingga titik perpotongan sumbu Y tidak berubah, sedangkan titik
perpotongan dengan sumbu X berubah.[6]
Bila harga X
menjadi Px = Rp25 ribu, maka kaki budget line pada sumbu X akan semakin
panjang. Titik perpotongan sumbu Y tidak berubah, sedangkan titik potongan
dengan sumbu X berubah.
Dengan
simulasi harga barang X kita sekarang mendapatkan kurva yang menggambarkan
antara harga dengan jumlah barang X yang diminta.
Semakin
tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Dengan demikian kita
mendapatkan slope kurva permintaan yang negative untuk barang halal,
sebagaimana lazimnya kurva permintaan yang dipelajari dalam ekonomi
konvensional.[7]
Sumber : Karim, Adiwarman.A.
Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga. Pt. Rajagafindo Persada. Jakarta: 2007
Baramg X dan
barang Y adalah barang halal. Apabila terjadi perubahan harga barang (Px),
dimana Px1 < Px2 < Px3, dan income
tetap, maka (I/Px1) < (I/Px2) < (I/Px3),
sehingga Qx1 < Qx2 <
Qx3.[8]
Permintaan
Barang Halal dalam Pilihan Halal-Haram
Dalam hal pilihan yang dihadapi adalah antara
barang halal dan barang haram, maka optimal solution-nya adalah corner
solution. Katakanlah seorang konsumen mempunyai pendapatan
1 = Rp1 juta per bulan, dan menghadapi pilihan untuk mengkonsumsi barang X untuk
yang halal dan barang Y untuk barang haram. Katakan pula harga barang X, Px =
Rp100 ribu, dan harga barang Y, Py = Rp200 ribu. Titik A, A’, A” menunjukkan
konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang X, dan titik B menunjukkan
konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang Y. Simulasi penurunan harga juga
dilakukan dari Rp100 ribu ke tingkat Px = Rp 50ribu dan Px = Rp25 ribu:[9]
Seperti
yang kita ketahui dalam islam barang terbagi menjadi halal dan haram. Konsumsi
seorang muslim dibatasi kepada barang- barang yang halal dan thayyib. Tidak ada
permintaan terhadap barang yang haram. Di samping itu dalam islam, barang yang
sudah dinyatakan haram untuk dikonsumsi otomatis tidak lagi memiliki nilai
ekonomi, karena tidak boleh diperjualbelikan. Tetapi ada saat kita boleh
memakai barang yang haram dikarenakan situasi dan kondisi yang darurat. Seperti
penyakit yang hanya memakai obat dari barang haram. Itupun tidak boleh berlebih- lebihan karena pada dasarnya
itu tetap haram.[10]
Px1
= Rp 100 ribu
Px2
= Rp 50 ribu
Px3
= Rp 25 ribu
Sumber : Karim, Adiwarman.A.
Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga. Pt. Rajagafindo Persada. Jakarta: 2007
Dengan mengasumsikan perubahan hanya pada barang X,
maka kita sekarang memiliki tiga tipe garis anggaran yang berbeda. Pada harga x
sama dengan Rp100 ribu budget line berada pada BL1, begitu
selanjutnya berurutan. Dengan menggunakan simulasi penurunan harga barang X
yang halal ini maka kita dapat memformulasikan kurva permintaan halal X dalam
pilihan halal- haram.[11]
Sumber : Karim, Adiwarman.A.
Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga. Pt. Rajagafindo Persada. Jakarta: 2007
Pada kurva tersebut kita mendapatkan kesimpulan bahwa
optimal solution untuk komoditas halal-haram berada pada titik dimana barang
haram yang dikonsumsi berada pada level 0. Hal ini senada dengan perintah islam
tentang pelarangan untuk mencampuradukkan barang haram dan barang halal.[12]
Keadaan
Darurat Tidak Optimal
Dalam konsep islam, yang haram telah
jelas dan begitu pula yang haram. Secara logika ekonomi kita telah menjelaskan
bahwa bila kita dihadapkan pada dua pilihan, yaitu barang halal dan barang
haram, optimal solutionnya adalah corner solution, yaitu mengalokasikan seluruh
pendapatan kita untuk mengonsumsi barng halal. Tindakan mengonsumsi barang
haram berarti meningkatkan disutility, sebaliknya tindakan mengurangi konsumsi
barang haram berarti mengurangi disutility. Corner solution merupakan optimal
solution karena mengonsumsi barang haram sejumlah nihil berarti menghilangkan
disutility, selain itu mengalokasikan seluruh pendapatan untuk mengonsumsi
barang halal berarti meningkatkan utility.[13]
Sekarang bayangkanlah keadaan hipotesis yang diambil dari kisah nyata
ditahun 1970-an. Sebuah pesawat terbang yang penuh penumpang jatuh ditengah
gunung salju. Setelah beberapa hari tanpa persediaan makanan yang cukup, tidak
adanya hewan atau tumbuhan yang dapat dimakan, dan dinginnya cuaca, beberapa
diantara penumpang meninggal. Bagi mereka yang hidup pilihannya tidak banyak,
yaitu terus bertahan sambil mengharapkan agar tim penyelamat segera tiba
ditempat, atau memakan daging penumpang yang telah meninggal. Memakan bangkai
manusia jelas haram, namun bila pilihannya antara memakan yang haram atau kita
akan binasa, maka islam memberikan kelonggaran untuk dapat mengonsumsi barang
haram sekadarnya untuk bertahan hidup.
Oleh karena itu, dalam pilihan barang
halal- haram, optimal solution selalu
terjadi corner solution, yaitu mengonsumsi barang halal seluruhnya, maka
setiap keadaan darurat, yaitu keadaan yang secara terpaksa harus mengonsumsi
barang haram, pastilah bukan corner solution dan oleh karenanya pasti bukan
optimal solution. Keadaan darurat selalu bukan keadaan optimal.[14]
Permintaan Barang Dalam Keadaan
Darurat
Darurat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mengancam keselamatan
jiwa. Oleh karena itu sifat darurat itu sendiri adalah sementara maka
permintaan barang haram pun hanya bersifat insidentil.
Misalnya dalam keadaan darurat seperti kisah jatuhnya pesawat terbang,
maka permintaan akan daging bangkai manusia hanya berlaku pada keadaan darurat
itu saja. Tidak dapat kita katakan bahwa bila telah lima hari tidak makan, maka
permintaan akan daging bangkai satu kilogram, sedangkan bila empat hari
sejumlah tiga-perempat kilogram. Dalam ilmu ekonomi hal ini berarti tidak
memenuhi satu dari 3 aksioma atau postulat yang menjadi dasar teori utility
function.[15] Jadi
seperti yang kami kemukakan diatas sebelumnya dalam keadaan darurat mengonsumsi
juga tidak boleh berlebihan.
Hal-
Hal yang Mempengaruhi Permintaan Suatu Barang
Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M) dalam kitab Majmu’
Fatawa menjelaskan, bahwa hal-hal yang mempengaruhi terhadap permintaan
suatu barang antara lain:
1.
Keinginan atau selera masyarakat (Raghbah) terhadap berbagai jenis
barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Di mana ketika masyarakat telah
memiliki selera terhadap suatu barang maka hal ini akan mempengaruhi jumlah
permintaan terhadap barang tersebut.
2.
Jumlah para peminat (Tullab) terhadap suatu barang. Jika jumlah
masyarakat yang menginginkan suatu barang semakin banyak, maka harga barang
tersebut akan semakin meningkat. Dalam hal ini dapat disamakan dengan jumlah
penduduk, di mana semakin banyak jumlah penduduk maka semakin banyak jumlah
para peminat terhadap suatu barang.
3.
Kualitas pembeli (Al-Mu’awid). Di mana tingkat pendapatan merupakan
salah satu ciri kualitas pembeli yang baik. Semakin besar tingkat pendapatan
masyarakat, maka kualitas masyarakat untuk membeli suatu barang akan naik.
4.
Lemah atau kuatnya kebutuhan terhadap suatu barang. Apabila kebutuhan terhadap
suatu barang tinggi, maka permintaan terhadap barang tersebut tinggi.
5.
Cara pembayaran yang dilakukan, tunai atau angsuran. Apabila pembayaran
dilakukan dengan tunai, maka permintaan tinggi.
6.
Besarnya biaya transaksi. Apabila biaya transaksi dari suatu barang rendah,
maka besar permintaan meningkat.[16]
D.
Teori
Permintaan Menurut Konvensional
Konsep permintaan merupakan hubungan antara jumlah barang
yang diminta (Qd) dengan harga (P) berbagai tingkat harga. Hukum permintaan (law
of demand) menerangkan bahwa dalam keadaan hal lain tetap (cateris paribus)
apabila harga naik, maka permintaan terhadap suatu barang akan berkurang, dan
sebaliknya apabila harga turun, maka permintaan terhadap suatu barang akan
meningkat.
Pada dasarnya ada tiga alasan yang menerangkan hukum
permintaan seperti diatas, yaitu :
1.
Pengaruh penghasilan (income effect)
Apabila suatu harga barang naik, maka dengan uang yang sama
orang akan mengurangi jumlah barang yang akan dibeli. Sebaliknya, jika harga
barang turun, dengan anggaran yang sama orang bisa membeli lebih banyak barang.
2.
Pengaruh substitusi (substitution effect)
Jika harga suatu barang naik, maka orang akan mencari barang
lain yang harganya lebih murah tetapi fungsinya sama. Pencarian barang lain itu
merupakan substitusi.
3.
Penghargaan subjektif (Marginal Utility)
Tinggi rendahnya harga yang bersedia dibayar konsumen untuk
barang tertentu mencerminkan kegunaan atau kepuasan dari barang tersebut. Makin
banyak dari satu macam barang yang dimiliki, maka semakin rendah penghargaan
terhadap barang tersebut. Ini dinamakan Law of diminishing marginal utility.[17]
Selain harga barang itu sendiri, faktor – faktor yang
mempengaruhi terhadap permintaan antara lain:
1.
Harga barang lain.
Permintaan akan dipengaruhi juga oleh harga barang lain.
Dengan catatan barang lain itu merupakan barang substitusi (pengganti) atau
pelengkap (komplementer). Apabila barang substitusi naik, maka permintaan
terhadap barang itu sendiri akan meningkat. Sebaliknya, apabila harga barang
substitusi turun, maka permintaan terhadap barang itu sendiri akan turun.
2.
Tingkat pendapatan.
Tingkat pendapatan konsumen akan menunjukkan daya beli
konsumen. Semakin tinggi tingkat pendapatan, daya beli konsumen kuat, sehingga
akhirnya akan mendorong permintaan terhadap suatu barang.
3.
Selera, kebiasaan, mode
Selera, kebiasaan, mode atau musim juga akan memengaruhi
permintaan suatu barang. Jika selera masyarakat terhadap suatu barang
meningkat, permintaan terhadap barang itu pun akan meningkat.
4.
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk mencerminkan jumlah pembeli. Sifat hubungan
jumlah penduduk dengan permintaan suatu barang adalah positif, apabila
jumlah penduduk meningkat, maka konsumen terhadap barangpun meningkat.
5.
Perkiraan harga dimasa datang
Apabila kita memperkirakan harga suatu barang di masa
mendatang naik, kita lebih baik membeli barang tersebut sekarang guna menghemat
belanja di masa mendatang, maka permintaan terhadap barang itu sekarang akan
meningkat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan antara permintaan dan
perkiraan harga di masa mendatang adalah positif.[18]
E.
Perbedaan
Teori Permintaan Islam dengan Konvensional
Definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
permintaan, antara permintaan konvensional dan islam mempunyai kesamaan. Ini
dikarenakan bahwa keduanya merupakan hasil dari penelitian kenyataan dilapangan
(empiris) dari tiap-tiap unit ekonomi.
Namun
terdapat perbedaan yang mendasar di antara keduanya, diantaranya :
1.
Perbedaan utama antara kedua teori tersebut tentunya adalah mengenai sumber
hukum dan adanya batasan syariah dalam teori permintaan Islami. Permintaan
Islam berprinsip pada entitas utamanya yaitu Islam sebagai pedoman hidup yang
langsung dibimbing oleh Allah SWT. Permintaan Islam secara jelas mengakui
bahwa sumber ilmu tidak hanya berasal dari pengalaman berupa data-data yang
kemudian mengkristal menjadi teori-teori, tapi juga berasal dari firman-firman
Tuhan, yang menggambarkan bahwa ekonomi Islam didominasi oleh variabel
keyakinan religi dalam mekanisme sistemnya.
Sementara itu dalam ekonomi konvensional filosofi dasarnya
terfokus pada tujuan keuntungan dan materialme. Hal ini wajar saja karena
sumber inspirasi ekonomi konvensional adalah akal manusia yang tergambar pada
daya kreatifitas, daya olah informasi dan imajinasi manusia. Padahal akal
manusia merupakan ciptaan Tuhan, dan memiliki keterbatasan bila dibandingkan
dengan kemampuan
2.
Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk
dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram.
Allah telah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87, 88 :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 wur (#ÿrßtG÷ès? 4 cÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ (#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ cqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan
bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi
baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah
yang kamu beriman kepada-Nya.”
Oleh karenanya dalam teori permintaan Islami membahas
permintaan barang halal, barang haram, dan hubungan antara keduanya. Sedangkan
dalam permintaan konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi
atau digunakan.
3.
Dalam motif permintaan Islam menekankan pada tingkat kebutuhan konsumen
terhadap barang tersebut sedangkan motif permintaan konvensional lebih
didominasi oleh nilai-nilai kepuasan (interest). Konvensional menilai bahwa
egoisme merupakan nilai yang konsisten dalam mempengaruhi seluruh aktivitas
manusia.
4.
Permintaan Islam bertujuan mendapatkan kesejahteraan atau kemenangan
akhirat (falah) sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi
setelah kematian yaitu kehidupan akhirat, sehingga anggaran yang ada harus
disisihkan sebagai bekal untuk kehidupan
akhirat.[19]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Permintaan adalah sejumlah barang dan jasa yang diinginkan
untuk dibeli atau dimiliki pada berbagai tingkat harga yang berlaku di pasar
dan waktu tertentu. Permintaan sangat berpengaruh
dalam suatu perekonomian karena permintaan selalu berbanding terbalik dengan
harga. Seperti halnya si konsumen yang akan menambah permintaannya apabila
harga barang murah dan sebaliknya.
Banyak hal yang mempengaruhi suatu permintaan
islami dan konvensional seperti pendapatan masyarakat, selera, ramalan masa
depan, urgentnya suatu barang tersebut untuk dikonsumsi. Kemudian antara kedua
teori permintaan islami maupun konvensional tidaklah berbeda hanya saja
permintaan islami lebih dibatasi karena adanya barang yang halal dan haram,
tingginya tingkat religius, serta tujuan utama ekonominya bukan keuntungan
semata tapi juga menstabilkan antara kepuasan konsumen dan keuntungan untuk
mencapai kemenangan yang sebenarnya. Dalam hal ini konvensional lebih mengutamakan
keuntungan pribadi dan bisa tergolong egois, juga tak ada perbedaan halal dan
haram. Namun keduanya memiliki persamaan yaitu sama- sama mencari keuntungan
dan memuaskan konsumen.
Saran
Sebagai
manusia yang berperan menjadi konsumen hendaknya kita menjadi konsumen sesuai
permintaan islami, dimana permintaan kita harus bersyariat kepada sumber islam.
Pertama, jangan berlebih- lebihan, jangan juga terlalu pelit, tetapi jadilah
ditengahnya yaitu orang yang mampu ménage kebutuhannya agar dalam konsumsinya
dan permintaannya menjadi seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
ü http://nonkshe.wordpress.com/2010/12/09/teori-permintaan-dalam-pandangan-ekonomi-islam-dan-konvensional
ü http://tjoetnyakkkkk.blogspot.com/2011/01/teori-permintaan-dalam-ekonomi-islam.html
ü Idri
& titik triwulan tutik. prinsip-
prinsip ekonomi islam. Lintas Pustaka. Jakarta: 2008
ü Karim,
Adiwarman.A. Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga. Pt. Rajagafindo Persada.
Jakarta: 2007
ü Nasution,
Mustafa edi. Pengenalan Ekslusif Ekonomi
Islam. Kencana. Jakarta : 2007
ü Suprayitno,
Eko. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. UIN-
Malang press. Malang: 2008
[1] Eko suprayitno,Ekonomi Mikro Perspektif Islam,(Malang:
UIN- Malang press, 2008), h.54-55
[2] Ibit, h. 55-56
[3] Mustafa edi nasution,
Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam,
(Jakarta : kencana, 2007), h. 85-89
[4]
http://tjoetnyakkkkk.blogspot.com/2011/01/teori-permintaan-dalam-ekonomi-islam.html
[5] Karim, Adiwarman.A.
Ekonomi Mikro Islam Edisi Ketiga. (. Jakarta :Pt. Rajagafindo Persada, 2007) h.79
[6] Ibid. h.80
[7] Ibid. h.80
[8] Ibid. h.81
[9] Karim, Adiwarman.A.
Op.Cit. h.81
[10] Mustafa edi nasution,
Op.cit, h.89
[11] Karim, Adiwarman.A.
Op.Cit. h.82
[12] Ibid. h.83
[13] Ibid. h.83
[14] Ibid. h.84
[15] Ibid. h.86- 87
[16] Idri & titik
triwulan tutik, prinsip- prinsip ekonomi
islam, (Jakarta lintas pustaka, 2008), h.106-107
[17]
http://nonkshe.wordpress.com/2010/12/09/teori-permintaan-dalam-pandangan-ekonomi-islam-dan-konvensional/
[18]
Mustafa edi nasution, Op.Cit, h. 84- 85
[19]
http://tjoetnyakkkkk.blogspot.com/2011/01/teori-permintaan-dalam-ekonomi-islam.html
0 komentar "Teori Permintaan Menurut Islam", Baca atau Masukkan Komentar
Post a Comment