Clipping Kasus-Kasus Audit di Banjarmasin

Audit Rusunawa Diserahkan ke Kejari
Kamis, 18 Oktober 2012 16:24 WIB

Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari)Banjarmasin menerima hasil audit BPKP adanya kerugian negara dari pembangunan rumah susun sewa (Rusunawa) yang dilakukan pihak Pemerintah Kota (Pemkot) setempat. Kepala Kejaksaan Negeri Banjarmasin, Fidaus Dewilmar SH MH di Banjarmasin, Kamis mengatakan, penyerahan hasil audit itu Rabu (3/10) yang didalamnya terlihat, pembangunan Rusunawa III terdapat kerugian negara, maka selanjutnya kasusnya segeranya diserahkan ke Pengadilan Negeri Banjarmasin. "Kita lanjutkan proses hukumnya karena dasar kerugian negara dalam pembangunan Rusunawa itu sudah ada, jadi tidak alasan lagi kasus tersebut harus di hentikan ataupun di SP 3 kan," terang pria berdarah Padang itu. Firdaus terus menjelaskan, untuk kerugian negara dalam pembangunan rusunawa III terkait pengadaan tanah Rp 196.100.000 dengan anggaran sebesar Rp1.000.000.000. Semua kasus karupsi apabila ada kerugian negara dan dibuktikan dari hasil audit BPKP maka kasus itu akan dilanjutkan proses hukumnya karena sudah ada dasar dari hasil audit kerugian negara. "Tersangka terhadap dugaan korupsi pengadaan tanah rusunawa III itu sudah kita tetapkan dan selanjutnya perkara ini segera dilimpahkan ke pengadilan, guna proses hukum lanjutan," tuturnya. Untuk diketahui selain hasil dari audit dari BPKP, pihak Kejari Banjarmasin juga meminta dari perusahaan penilai untuk melakukan penilaian terhadap pengadaan tanah dari pembangunan rusunawa III. Hasil dari perusahaan penilai terbukti, dalam pengadaan tanah guna pembangunan rusunawa itu juga terdapat adanya kerugian negara sebesar lebih kurang dua ratus juta rupiah lebih. Walau berbeda, antara BPKP dan perusahaan penilai dari hasil audit mereka, yang jelas dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Rusunawa terdapat adanya kerugian negara. "Kemungkinan besar untuk, SJ tersangka dalam kasus tersebut, akan dilakukan penahanan, karena sudah ada kerugian negara dalam kasus pembangunan rusunawa III itu," tutur Kejari Banjarmasin, Firdaus Dewilmar.
http://www.antarakalsel.com/berita/8648/audit-rusunawa-diserahkan-ke-kejari

Disnakertrans Audit Perusahaan Tambang
Selasa, 6 Maret 2012 08:09 WIB
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, segera melakukan audit tiga perusahaan tambang batu bara terkait meninggalnya operator alat berat Syamsul (40) di kedalaman lumpur 12 meterKepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kotabaru H Syafrin Masrin, Senin mengatakan, tiga perusahaan yang akan diaudit yaitu PT Bahari Cakrawala Sebuku (BCS) sebagai pemilik lahan, PT Pama sebagai kontraktor dan PT Bandeng Mining Coal sebagai subkontrak. Kabid Hubungan Industrial, Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi M Ramlan Tambunan, menambahkan, pihaknya sudah mengirimkan surat penggilan kepada perusahaan yang bersangkutan. "Kami berharap, Kamis (8/3) ketiga perusahaan hadir untuk memberikan keterangan terkait meninggalnya operator alat berat tersebut," ujar Tambunan.

Berdasarkan aturan pihak perusahaan harus melaporkan kecelakaan kerja ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi paling lambat 2 X 24 jam sejak kejadian.
 "Namun kenyataanya, sampai hari ini pihak perusahaan tidak melaporkan, justru kami tahu dari berita di media," tandasnya. Berdasarkan Undang-undang No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pasal 10 ayat 2, pihak perusahaan dapat dikenakan sanksi kurungan. Sebelumnya, Kapolsek Pulau Sebuku Ajun Komisaris Polisi Sigit Cahyono kepada ANTARA, mengatakan, operator alat berat, Syamsul (40), ditemukan tewas di kedalaman lumpur 12 meter bekas tambang batubara PT Bahari Cakrawala Sebuku di Pulau Sebuku Kotabaru. Sigit akan meminta keterangan beberapa oreang saksi yang dianggap mengetahui kronologi kejadian yang menyebabkan operator alat berat asal Riau itu tewas.
Editor: Asmuni Kadri
http://www.antarakalsel.com/berita/5839/disnakertrans-audit-perusahaan-tambang

HUKUM -Tipikor Polresta Banjarmasin Terima Hasil Audit "Outbond"
01 Maret 2012, 11:54:24 WIB
Kalimantan Selatan-BANJARMASIN, Unit Tindak Pidana Korupsi Polresta Banjarmasin saat ini sudah memegang hasil audit sementara dari pihak BPKP Banjarmasin terkait kasus dugaan korupsi dana outbond RSUD Ulin Banjarmasin. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Banjarmasin, Kompol Roy Satya Putera SH Sik di Banjarmasin, Rabu mengatakan, kegiatan outbond yang dilakukan RSUD Ulin di 2011 menurut hasil audit sementara BPKP terlihat adanya kerugian negara dari kegiatan tersebut. Dari hasil kegiatan tersebut menurut hasil audit sementara BPKP terdapat kerugian keuanganan negara sebesar Rp389.224.000 dan itu hasil audit sementara itu sudah diterima pihak Tindak Pidana Korupsi Polresta Banjarmasin. Bukan itu saja, sementara ini pihak Unit Tipikor sedang menuggu hasil audit asli dari pihak BPKP terkait kasus outbond RSUD Ulin yang diduga ada penyelewengan dana kegiatan alam terbuka itu. "Kita tinggal nunggu audit aslinya apabila itu sudah kita terima maka akan langsung kita tetapkan tersangkanya dari kegiatan tersebut," terangnya Kepada ANTARA. Roy terus menambahkan, kegiatan outbond RSUD Ulin Banjarmasin yang di bertempat di alam terbuka Tambela Mandiangin Banjarbaru itu menggunakan anggaran sebesar Rp 600.000.000. Dengan dana proyek kegiatan sebesar itu sesuai hasil audit sementara pihak BPKP yang telah diterima Unit Tipikor Polresta Banjarmasin terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp 300 juta lebih. "Karena sudah ada kerugian negara dari kegiatan itu maka nantinya kasus ini akan terus kita lanjutkan hingga ke pengadilan, dan saat ini Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ke Pihak Kejaksaan," tuturnya.
Berdasarkan catatan dugaan korupsi RSUD Ulin Banjarmasin itu diketahui setelah pihak Unit Tindak Pidana Korupsi Polresta Banjarmasin melakukan penyelidikan berdasarkan hasil pengumpulan data dan bahan di lapangan. Hingga saat ini kasus dugaan korupsi rumah sakit termegah di Kalsel itu diduga telah melakukan penyelewengan anggaran untuk kegiatan outbond karyawan rumah sakit tersebut. Yang mana anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp 600 juta itu untuk 1000 karyawan guna mengikuti kegiatan alam terbuat (outbond) yang diselenggarakan oleh rumah sakit tersebut. Namun ternyata dana sebesar ratusan juta rupiah itu hanya digunakan untuk 600 karyawan bukan untuk 1000 karyawan RS itu sesuai dengan apa yang dianggaran, Sehingga untuk sementara diduga adanya penyelewengan anggaran yang dikeluarkan untuk kegiatan tersebut dan kasus itu terus dilanjutkan hingga ketingkat kejaksaan guna penuntutan.

Sentra Antasari Tak Ada Penyelesaian
Radar Banjarmasin - Banjarmasin
BANJARMASIN – Tahukan Anda berapa kerugian keuangan negara dalam pembangunan Sentra Antasari? Ternyata nilainya mencapai Rp 22 miliar. Angka inilah yang harus dibayarkan oleh terpidana Direktur Utama PT Giri Jaladhi Wana (GJW) Stephanus Widagdo kepada Pemko Banjarmasin. Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Banjarmasin Firdaus Dewilmar, angka Rp 22 miliar itu berasal dari korupsi pembangunan Sentra Antasari oleh PT GJW. “Nah, pasarnya kan sekarang mangkrak. Saya katakan pada walikota untuk segera meminta BPKP Provinsi Kalsel mengaudit ulang Sentra Antasari. Berapa sih nilai asetnya,” kata Firdaus usai acara talkshow pemberantasan korupsi di Balai Kota, Kamis (11/10). Widagdo bisa memilih membayar dengan tunai atau dengan aset. “Jika Sentra Antasari nilai asetnya kurang, dia harus menambah dong. Tapi kalau lebih, Pemko Banjarmasin yang membayar,” jelas Firdaus. Meski pimpinan perusahaannya sudah dibui, faktanya Sentra Antasari tetap di bawah kendali PT GJW. “Cuma memang sekarang tidak berdaya lagi. Mestinya diserahkan ke pemko agar Sentra Antasari bisa dioperasikan dengan lebih baik,” imbuhnya. Sementara Walikota Banjarmasin, H Muhidin mengaku sejak dilantik sudah menghubungi PT GJW untuk menyelesaikan masalah ini. “Kalau PT GJW tidak membayar denda Rp 1,3 miliar sesuai putusan pengadilan, addendum tidak bisa dibuat,” ujarnya kemarin (12/10). “Kami akan undang kembali BPK untuk bertemu. Saya sendiri selalu minta Kabag Hukum untuk tetap berhubungan dengan kuasa hukum Widagdo,” ujarnya. Menurut Muhidin, sengkarut Sentra Antasari disebabkan para pendahulunya yang tidak peduli dengan masalah aset. "Semoga walikota setelah saya memperhatikan hal ini. Kalau aset dijual terus, bisa habis kita," ujarnya. Langkah yang diambil, pihaknya telah membentuk Satgas aset untuk menertibkan aset-aset milik pemko. Langkah ini penting, lantaran gara-gara tersandung aset juga pemko hanya bisa bercukup diri dengan WDP (Wajar dengan Pengecualian) dalam audit laporan keuangannya. Meski Sentra Antasari sudah terkatung-katung menahun, Muhidin menolak menetapkan target penyelesaiannya. "Saya tidak pernah menetapkan target apa-apa," tandasnya.

Audit KBU Gagal Lagi
Radar Banjarmasin - Banjarmasin
BANJARMASIN - Proses hukum dugaan korupsi di tubuh Perusahaan Daerah Kayuh Baimbai Utama (PD KBU) tak berjalan secepat yang diharapkan. Audit perusahaan yang diambil alih Pemerintah Kota Banjarmasin dan direncanakan setelah pengesahan APBD Perubahan 2012 pun gagal.
“Anggaran sudah disiapkan, tapi karena proses hukum masih berjalan kita tunggu selesai,” kata Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kota Banjarmasin Bambang Budianto, kemarin.
Saat ini,  PD KBU dinyatakan dalam status quo hingga ada hasil audit yang menggambarkan kondisi terkini terkait keuangan dan aset perusahaan yang didirikan tahun 2002 dengan modal awal Rp 1 miliar. “Audit tidak bisa sambil proses hukum jalan, karena semua data ditarik sebagai barang bukti oleh kejaksaan,” imbuh Bambang.
Ditambahkan Kepala Bagian Ekonomi Markusin Noor, selain proses hukum yang masih berjalan, juga ada perubahan aturan bahwa perusahaan daerah harus diaudit oleh auditor independen atau akuntan publik. Penunjukkan auditor independen itu pun mesti melalui proses lelang.
Tadinya pemko akan bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit. “Kita menghitung pemeriksaan dari kejaksaan akan cepat , sehingga kita anggarkan dana audit di APBD Perubahan. Ternyata proses hukum belum selesai, dan tidak boleh juga audit perusahaan daerah oleh BPKP,” tuturnya.
Menurutnya, saat ini pihaknya masih mempelajari seputar aturan baru tersebut. Sebelumnya, audit sudah pernah dilakukan oleh BPKP untuk kepentingan penyelidikan Kejaksaan Negeri Kota Banjarmasin. Dari hasil audit, diketahui ada indikasi kerugian negara senilai Rp1,5 miliar dari penyertaan modal yang dikucurkan pemko.
“Tapi itu hanya audit yang berkaitan dengan kerugian, yang  pemko inginkan adalah audit perusahaan secara keseluruhan,” imbuhnya. Sementara itu, dalam waktu dekat pemko akan mengaudit Pasar Malabar. Setelah berakhirnya kerja sama pengelola pasar dengan investor di awal tahun lalu, audit wajib dilakukan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
“Tidak ada masalah yang krusial. Aparat pemeriksa internal pemerintah dalam hal ini Inspektorat nanti hanya melakukan inventarisasi. Dari data yang ada, hasil kerjasama, kemudian dilakukan pencocokan tentang jumlah kios dan pedagang,” kata Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kota Banjarmasin Bambang Budianto.


Kasus Cintapuri Kembali Bergulir
Kejari Tunggu Audit BPKP
Radar Banjarmasin - Martapura
MARTAPURA - Penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan rumah transmigrasi di Desa Cintapuri kecamatan Simpang Empat kembali digulirkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Martapura. Untuk melanjutkan kasus ini, Kejari masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Kepala Seksi Pidana Khusus Agung Pamungkas SH MH mengungkapkan, untuk sementara pihaknya masih menunggu hasil dari audit tersebut, kasus ini masih berjalan dan tidak berhenti. Setelah ada hasil audit kasus ini akan kembali bergulir sesuai dengan prosedur yang ada.
“Kita akan lihat apa hasil auditnya nanti, apakah memang kerugian negara atau tidak.  Kemudian apa rekomendasi dari hasil audit tersebut, sehingga kejaksaan dapat mengambil langkah selanjutnya,” jelasnya kepada Radar Banjarmasin. Awalnya, diduga ada kerugian negara sekitar Rp67 juta dari pembangunan perumahan transmigrasi Cintapuri hasil dari penyidikan Kasi Intel Kejari Martapura.
Hasil tersebut kasus ini kemudian dilanjutkan Pidsus Kejari Martapura untuk melakukan pemberkasan. Tapi ternyata, sebelumnya pihak Inspektorat Daerah juga sudah melakukan penyidikan dengan menemukan jumlah kerugian yang sama, selanjutnya kelebihan uang tersebut sudah dikembalikan pihak pelaksana kepada daerah.
“Kami tidak mengetahui kalau sebelumnya sudah ada pemeriksaan dari Badan Pengawas Daerah (inspektorat) dan kerugian tersebut sudah di kembalikan. Selanjutnya masih menunggu hasil audit,” paparnya. Karena kasus belum selesai lanjut Agung, status tersangka pada  FR dan JRT selaku pelaksana masih melakat,  namun kedua tidak ditahan.
Seperti diketahui, nilai kontrak pembangunan 100 unit di kawasan Transmigrasi Cintapuri sebesar Rp2.660.633, namun kemudian nilai kontrak tersebut berubah menjadi Rp2.829.626.000, setelah adendum dan meningkat sebesar Rp200 juta. (ins/ran)
Tersangka Wesel Fiktif Bakal Bebas
Masa Penahanan Tinggal 30 Hari
Radar Banjarmasin - Radar Kota
BANJARMASIN – Dalam waktu satu bulan lagi, bila berkas penyidikan kasus wesel fiktif di Kantor Pos Banjarmasin senilai Rp4,6 miliar tak juga selesai (P-21), maka tersangka Milawati dan suaminya bernama Briptu Rosehan bakal menghirup udara bebas walaupun cuma sementara. Sebab, keduanya harus bebas demi hukum karena berakhirnya masa tahanan. Bila kedua tersangka ini bebas,  maka batas penyidikan selama 120 hari sejak tersangka ditahan tak cukup untuk melakukan pemberkasaan terhadap tersangka. Lambatnya berkas tersebut dilimpahkan ke kejaksaan karena selalu di revisi (P-19) oleh jaksa peneliti. Sebab, dalam berkas yang dibuat penyidik tak mencantumkan pasal UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Padahal, pada kasus ini sangat jelas kalau uang Rp4,6 miliar tersebut adalah milik negara yang digunakan untuk memperkaya diri sendiri. “Setelah direvisi berkas tersebut sudah kami serahkan ke kejaksaan. Tapi, sudah hampir dua minggu sejak diserahkan kami belum menerima informasi apakah berkas tersebut P-21,” ujar Kanit I Subdit 2 Fismondev Ditreskrimsus Polda Kalsel Kompol Afner Juwono. Diakuinya, dalam petunjuk jaksa tersebut diminta untuk menambahkan pasal tentang UU Tipikor. Dalam petunjuk itu, kejaksaan juga meminta perhitungan dari BPKP atas kerugian negara terkait uang Rp4,6 miliar yang digelapkan tersangka. “Kalau meminta perhitungan BPKP tentu akan memakan waktu cukup lama dan ini berbenturan dengan masalah penahanan terhadap tersangka,” beber Afner.
Ia mengharapkan, untuk perhitungan kerugian tersebut bisa menggunakan hasil audit dari PT Pos Banjarmasin. Begitu juga dengan penambahan pasal UU Tipikor, pihaknya menginginkan agar berkasnya didisplit (dipisah) antara kasus Tindak Pidana Umum (Tipidum) dan kasus Tipikor. Perbuatan tersangka ini dikenakan pasal 30 ayat 1 jo pasal 46 ayat 1 dan pasal 32 ayat 1 jo pasal 48 ayat 1 jo pasal 52 ayat 2 Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dan Pasal 374 KUHP jo pasal 55 ayat 1 KUHP atau pasal 480 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukumannya sekitar 8 tahun penjara.

Usut Kasus Pabrik Es PPI
Awal Januari Kasus PPI Disidangkan
MARTAPURA - Kasus dugaan penyimpangan proyek Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Aluh-Aluh akan disidangkan awal tahun depan. Saat ini rencana dakwaan (Rendak) kasus tersebut masih dalam tahap penyempurnaan. Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Martapura Agung Pamungkas SH MH mengungkapkan,  untuk pemberkasan kasus tersebut sudah selesai dilakukan hanya saja untuk pengajuan berkas ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Banjarmasin dilaksanakan pada awal Januari 2013. “Saat ini sudah memasuki akhir tahun dan mereka menerima berkas terakhir pada tanggal 10 Desember, sehingga tidak sempat disidangkan untuk tahun ini juga,” jelasnya kepada Radar Banjarmasin. Meskipun pemberkasan sudah dilakukan namun untuk dakwaan masih dilakukan   penyempurnaan saja.
Saat ini kasus ini juga masih memasuki tahap satu dan belum P21 dan tersangka juga masih belum ditahan. “Sebentar lagi kasus ini sudah memasuki tahap dua, apakah nanti tersangka ditahan atau tidak itu nanti kebijakan pimpinan,” katanya. Untuk sementara, tersangka yang ditetapkan masih satu yakni Ir Norhayati dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banjar, namun tidak menutup kemungkinan kasus ini akan dikembangkan lagi untuk menuju beberapa tersangka selanjutnya.
“Pelanggaran yang dikenakan adalah pada Pasal 2 dan 3 lebih subsider pasal 9 UU Tindak Pidana Korupsi,”  katanya. Pemberkasan diselesaikan setelah Kejari Banjar menerima berkas audit yang dilakukan BPKP. Dari hasil review BPKP menyebutkan kerugian keuangan negara adalah sebesar Rp298.570.909 berdasarkan perhitungan.
Karena untuk peralatan yang sudah dibeli semuanya ada dan masih utuh. Pelanggaran yang dilakukan adalah pembuatan laporan fiktif hasil pekerjaan proyek tersebut, dalam laporan dicantumkan kemajuan fisik pekerjaan sudah mencapai sekitar 70 persen. Sementara saat dihitung ulang kemajuan fisik hanya sekitar 60 persen.
“Kelebihan pencairan dana inilah yang menyebabkan adanya kerugian negara,” katanya. Sementara itu, perhitungan sebelumnya kerugian yang ditimbulkan adalah sekitar Rp400 juta namun karena adanya jaminan pekerjaan yang sudah disetorkan sekitar Rp68.950.000 dan perhitungan ulang adanya alat-alat sehingga kerugian negara menyusut menjadi Rp298.570.909 saja. (ins/ram)

Tersangka Kayuh Baimbai DIserahkan
Radar Banjarmasin - Radar Kota
BANJARMASIN – Setelah merangkumkan seluruh berkas hasil penyidikan dugaan korupsi di Perusahaan Daerah (Perusda) Kayuh Baimbai Utama terkait aliran dana penyertaan modal dari APBD tahun 2003 hingga 2007 senilai Rp1,5 miliar, penyidik Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin melimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin untuk segera disidangkan. Kasi Pidsus Kejari Banjarmasin Ramadani membenarkan pihaknya sudah melimpahkan berkas dugaan korupsi Kayuh Baimbai tersebut. “Pelimpahan tersebut dilakukan pada Jumat (14/9) tadi,” ujarnya saat ditemui diruang kerjanya, kemarin (17/9) sore. Ramadani mengungkapkan, pelimpahan berkas tersebut dilakukan bersama dengan penyerahan tersangka. “Untuk tersangkanya ada tiga, tapi yang diserahkan cuma dua orang saja yakni MS, Direktur Perusda Kayuh Baimbai Utama dan AS, Manajer Unit Kerja Travel,” tegasnya. Sedangkan tersangka RW, Manajer Agro, sambung Ramadani, belum diserahkan karena masih dalam pencarian. “Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita berhasil menangkapnya untuk diserahkan ke pengadilan,” ucapnya. Ramadani membeberkan, dari laporan hasil perhitungan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditemukan ada unsur kerugian negara atas dana bantuan tersebut sejumlah Rp1,5 miliar. “Kerugian negara ini total lose. Maksudnya seluruh jumlah aliran dana merupakan kerugian negara,” jelasnya. Sekadar diketahui, pada tahun 2003 hingga 2007, Perusda Kayuh Baimbai mendapat bantuan dana dari APBD Kota Banjarmasin untuk aliran dana penyertaan modal.Tapi dalam perjalanannya ternyata dana penyertaan modal dari uang negara ini malah merugi dan tidak jelas pertanggungjawabannya.
Karena ada kejanggalan atas aliaran dana tersebut, Kejaksaan Negeri kemudian melakukan penyelidikan dan melakukan audit atas aliran dana tersebut. Dari laporan hasil audit BPKP ditemukan ada unsur kerugian negara atas dana bantuan tersebut sekitar Rp1,5 miliar. (hni)
Kerugian Korupsi Drainase Capai Rp 3,9 Miliar
Jumat, 5 Oktober 2012 | 21:19 Wita
BANJARMASINPOST.CO.ID,
BANJARMASIN - Setelah hampir setahun tersendat, kasus korupsi drainase di Dinas Pekerjaan Umum Kalsel yang diusut Kejaksaan Negeri (Kejari) Banjarmasin kembali bergulir. Ini setelah Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) merilis hasil audit kerugian yang diminta penyidik. Kasi Pidana Khusus, Kejari Banjarmasin Ramadhani mengatakan potensi kerugian negara hasil BPKP mencapai Rp 3,9 miliar. "Hasil audit ini baru saja dirilis beberapa hari lalu," kata dia. Dari hasil audit kata Ramadhani aspek pengerjaan proyek tidak berfungsi. Akibatnya proyek jadi tidak berjalan sesuai yang diharapkan. "Pengerjaan drainase tidak dilakukan sesuai rencananya yakni sampai ke bawah sehingga drainase jadi tidak berfungsi sebaliknya bukan menjalankan fungsi drainase tapi malah menambah pencemaran," ujar dia. Setelah hasil audit BPKP ini keluar maka penyidik lanjut Ramadhani tinggal merampungkan berkas untuk diserahkan ke jaksa penuntut umum (JPU). "Artinya kita sudah akan menyelesaikan tahap I. Kita tinggal menyusun berkas formil dan materil sebelum diserahkan ke JPU," tambah dia. Sebelumnya untuk menggali bukti baru korupsi drainase, penyidik melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) proyek yang dikerjakan di Jalan Pramuka, Banjarmasin Timur itu. "Hasilnya kita banyak menemukan penyimpangan dari proyek itu," lanjut Ramadani. Salah satu penyimpangan lanjutnya pemasangan U-Ditch untuk drainase ada yang tidak dilakukan sesuai kontrak. "Ada sekitar 100 lebih U-ditch yang tidak dipasang," kata dia. Padahal lanjut dia sesuai kontrak U-ditch itu satu unitnya seharga Rp 2,4 juta. Kalau tidak dipasang artinya ada Rp 240 juta uang negara yang hilang. Kesalahan ada pada rekanan namun tidak menutup juga akan melibatkan pihak Citpa Karya Dinas Pekerjaan Umum Kalsel. Sementara penyidik sudah menetapkan lima tersangka,dua tersangka dari PT Karya Mawar Lestari. Mereka yakni Direktur dan pemilik PT, Mulyadi dan Zainal dan tiga dari pengawas. Khusus untuk kasus proyek pembuatan drainase dengan dana lebih kurang Rp 4 Miliar, pihaknya telah melakukan upaya paksa dengan melakukan penyitaan dokumen pencairan.

Hampir Rampung Penyidikan Kasus Pengadaan Penyulingan
Rabu, 14 November 2012 | 12:29 Wita
BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI -Penyidikan kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan alat penyulingan asap cair di Dinas Pertanian dan Perkebunan Tanahlaut hampir rampung. "Tak lama lagi kami akan menetapkan dan mengumumkan siapa tersangkanya," ucap Kaur Bin Ops Polres Tala AKP Iptu Wahyu Norman, Rabu (14/11). Pemeriksaan saksi telah selesai. Audit yang dimintakan ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga telah selesai. Negara dirugikan belasan juta dari proyek tahun 2011 senilai puluhan juta tersebut. Saat ini, lanjut Norman, penyidik tinggal memintai keterangan saksi ahli. Setelah itu langsung menetapkan tersangka.

 

Unlam Belum Bereskan Audit BPK

Sabtu, 8 September 2012 | 21:26 Wita
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN -  Polemik hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tentang dugaan ketidakberesan pengganggaran di Universitas Lambung Mangkurat (Unlam), berlanjut. Rektorat menilai fakultas ikut andil sehingga BPK memberi penilaian itu. Diungkapkan Pembantu Rektor (PR) II, Jumadi, sebanyak 90 persen dari 'penilaian miring' BPK sebagaimana yang termuat dalam Laporan Hasil Penelaahan (LHP) Nomor 29/HP/XIX/12/2012 Tanggal 30 Desember 2011 itu, sudah diperbaiki sebelum hasil audit tereskpose ke publik. Lantas bagaimana yang 10 persen? Kepada BPost di Banjarmasin, kemarin, Jumadi mengaku sedang dalam proses penyelesaian. Dia juga menegaskan, belum tuntasnya penyelesaian itu karena ada jumlah fakultas yang lamban bahkan belum melaporkan pengelolaan rekeningnya ke rektorat. Rekening itu berisi dana titipan berupa dana pihak ketiga yang tidak masuk daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) universitas.Ditegaskan dia, dana titipan itu memang tidak harus disetorkan ke kas negara namun laporan ke rektorat tetap harus ada. "Itulah yang sedang kami tunggu untuk menyelesaikan 10 persen yang belum terselesaikan terkait audit BPK itu," kata Jumadi. Menurut dia, dana titipan muncul saat fakultas mendapatkan suatu proyek. "Meskpun demikian, laporannya itu harus diselaraskan. Meski bukan dari DIPA universitas tetapi harus diselaraskan dengan audit BPK. Karena, dana titipan itu ditransfer dan masuk rekening bersamaan dengan audit BPK. Makanya, dalam audit BPK, hal itu tercatat," ucapnya.  Pembantu Dekan II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Herawati Warni membantah tudingan fakultas lamban melapor. "Kami sudah menyelesaikan. Sudah jelas dan tak ada keterlambatan. Di FKIP ada dua rekening yang memiliki izin, yakni atas nama Dekan dan Pembantu Dekan I," tegasnya. Hal serupa ditegaskan Dekan FKIP, Ahmad Sofyan. Dekan Fakultas Perikanan, Fahmi Ansyari juga menegaskan tidak ada rekening dana titipan di fakultasnya. "Rekening dana titipan itu hanya di fakultas yang besar. Sedangkan kami, hanya fakultas kecil. Mahasiswanya tidak banyak. Jadi, tidak ada dana titipan," ucapnya. Soal hasil audit BPK, Fahmi mengatakan tidak mengetahui secara jelas karena pemeriksaan itu dilakukan pada tahun anggaran 2008, 2009 dan 2010. "Saat itu saya belum menjabat dekan," kata dia. Meski demikian, dia menduga yang dimaksud rekening liar oleh BPK adalah rekening-rekening yang dulu dimiliki fakultas tanpa dilengkapi izin dari Kemenkeu. Tetapi, menurut Fahmi, saat ini semua rekening di fakultas sudah berizin. "Kalau tidak salah ada 37 rekening yang memiliki izin kemenkeu. Di Fakultas Perikanan hanya ada satu rekening dan itu sudah resmi. Rekening tersebut untuk menampung sementara dana- dana kerja sama dengan pihak ketiga misalnya dana penelitian. Kalau yang dimaksud dana titipan, tidak ada yang harus kami laporkan," ujarnya. Dekan Fakultas Teknik, Norman Ruslan mengaku, begitu mendapat surat pemberitahuan dari rektorat, fakultasnya langsung melengkapi dan melaporkan ke rektorat untuk dilaporkan ke 'pusat'. "Tinggal apakah sudah diterima atau belum berkas yang sudah disampaikan itu. Dana yang tersimpan di tempat kami tidak besar, hanya berkisar Rp 200 juta," ujarnya. Norman juga mengaku karena berdasar permintaan dari pemerintah, semua uang yang ada disetorkan. Sedangkan, di dalam satu rekening tersebut juga ada dana beasiswa dan dana penelitian. "Kalau disetorkan semua, bagaimana mau menyalurkan beasiswanya. Kemudian, bagaimana membayarkan dana penelitian," tegas dia. Dekan Fakultas Pertanian Lutfhi Fatah memastikan pula tidak ada masalah dengan rekening dana titipan di fakultas. Semuanya, sesuai permintaan rektorat, sudah dipenuhi. Selama ini, sesuai prosedur di tiap Fakultas ada rekening pembantu. Sesuai ketentuan pula, dana yang masuk disetorkan ke rekening universitas. Meski mengaku sempat kesulitan karena 'prosedur' pencairan dana, namun Luthfi tetap mengikuti prosedur yang disampaikan rektorat. "Untungnya sekarang ini rektor atau PR II sudah konsen dengan permasalahan yang kami sampaikan sehingga pembiayaan yang kami ajukan cepat pencairannya," ujarnya. Bantahan kelambanan pelaporan oleh fakultas disangkal Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) Unlam, Saladin Ghalib. "Semua sudah clear, tak ada masalah di FISIP," ujarnya. Bagaimana dengan Fakultas Ekonomi? Zahkyadi Ariffin pun mengaku telah melaporkan. "Kalau ada yang kurang, langsung kami lengkapi. Itu kami laporkan tepat waktu. Justru kebijakan satu pintu penyetoran uang ke rekening universitas cukup merepotkan. Mahasiswa kami menyetorkan ke rektorat. Namun tatkala kami mau meminta jatah untuk perbaikan, semisal perbaikan dinding, sangat lambat (pencairannya). Bisa tiga hingga empat bulan," ujarnya. Pembantu Dekan II Fakultas Hukum, Tavina Yati juga mengatakan kebijakan satu rekening di rektorat juga bisa memperlambat laporan universitas ke BPK. "Misalnya kami sudah selesai, tetapi fakultas lain belum menyerahkan, semua kena efeknya. Kami sendiri selalu tepat waktu," ucap Tavina.
Selain menuding ada sejumlah fakultas yang lamban menyerahkan laporan rekening, Pembantu Rektor II Unlam, Jumadi mengatakan ada persoalan lain yang membuat kampusnya belum memperbaiki seluruh hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Apa itu? Kepada BPK di Banjarmasin, kemarin, Jumadi mengatakan permasalahan itu adalah perbedaan versi perhitungan dana pihak ketiga antara rekanan dan BPK. Karena itu pula, auditor BPK memberi noktah merah yang berarti ketidakberesan penganggaran pada poin pengadaan barang dan jasa. "Itu bagian dari 10 persen yang belum kami selesaikan. Itu pekerjaan rumah yang harus kami selesaikan," tegas dia. Jumadi mengatakan, BPK menilai ada angka kelebihan dalam pembayaran terhadap rekanan Unlam. Karena itu, lembaga tersebut meminta rekanan Unlam segera mengembalikan dana ke kas negara. "Melalui audit, disebutkan ada kelebihan bayar. Tetapi sebeliknya, versi rekanan yang juga melakukan perhitungan menyatakan sudah betul sehingga tidak perlu dikembalikan ke kas negara," kata Jumadi. Lantas bagaimana sikap Unlam? Jumadi menegaskan Unlam tidak akan tinggal diam. Bahkan, rencananya Unlam mempertanyakan masalah itu ke BPK melalui Inspektorat Jenderal Kemendikbud.


Kabupaten Banjar Raih Opini WDP
Jumat, 27 Juli 2012 | 21:25
BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA - Setelah tiga kali berturut-turut mendapat opini tak wajar (TW), akhirnya Pemkab Banjar berhasil memperbaiki penilaian keuangan daerahnya menjadi wajar dengan pengecualian (WDP). Hasil penilaian itu didasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kalsel pada laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Banjar pada 2011 lalu. Penyerahan hasil audit tersebut diserahkan oleh BPK RI Perwakilan Kalsel kepada Bupati Banjar, HG Khairul Saleh dan Ketua DPRD Banjar, HM Rusli usai melakukan pertemuan dan dengar pendapat, Jumat (25/7). Asisten I Bidang Pemerintahan, Nurus Syamsi mengungkapkan yang masih mengganjal dalam penilaian laporan keuangan Pemkab Banjar terdapat dua hal mencolok. "Yakni pengelolaan Depo Farmasi II di RSUD Ratu Zalecha dan belum sempurnanya pelaporan aset daerah," ujar dia.
http://banjarmasin.tribunnews.com/2012/07/27/kabupaten-banjar-raih-opini-wdp

Implementasi E-Audit Untuk Mencegah Korupsi

Sinergi Nasional Sistem Informasi (SNSI) merupakan sebuah sistem yang membentuk sinergi antara sistem informasi internal BPK (e-BPK) dengan sistem informasi milik entitas pemeriksaan (e-auditee) melalui sebuah komunikasi data secara online dan membentuk pusat data pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara (Pusat Data BPK).

SNSI digunakan sebagai instrumen pendeteksi dini secara sistemik (early warning system) melalui monitoring, analisis, dan evaluasi seluruh transaksi keuangan negara sehingga melalui pemeriksaan secara elektronis (e-audit) ketidakwajaran pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang terjadi dapat diketahui secara dini, lebih cepat dan menyeluruh.

0 komentar "Clipping Kasus-Kasus Audit di Banjarmasin", Baca atau Masukkan Komentar

Post a Comment